Mereka Berkontribusi Membentuk "Aku"






(source: medium.com)

“Ketika kalian membaca tulisan-tulisan yang termuat dalam media ini, percayalah bahwa kalian ikut berkontribusi atas segala pemikiran tersebut.”- asp

Pertengahan tahun 2015 silam merupakan fase awal bagi penulis dalam berkancah di dunia perguruan tinggi. Bagi mayoritas masyarakat Indonesia, rasanya masih kurang familiar dengan jurusan “Sosiologi”. Bidang ilmu ini tentu memiliki citra berbeda di tengah masyarakat jika dibandingkan dengan kedokteran, psikologi, teknik, ekonomi atau hukum misalnya. Satu tahun pertama menjadi tahun yang cukup sulit untuk penulis dalam menghadapi berbagai pertanyaan seputar apa itu sosiologi, setelah lulus akan berkarir dimana, untuk apa jauh-jauh menuntut ilmu jika hanya kuliah sosiologi, hingga “Paling nanti jadi dosen biar gampang.”, yang justru berhamburan datang dari orang-orang terdekat. Realita pandangan masyarakat tidak akan menjadi poin bahasan tulisan perdana ini. Tidak tepat juga bila melemparkan kontraargumen karena memang betul ketika memahami prospek kerja ilmu murni tidaklah sama dengan ilmu terapan atau praktik yang notabena dianggap lebih menjanjikan (berkaitan dengan modal dan pendapatan yang dianggap tidak sebanding). 

Terlepas dari relativitas benar salahnya sebuah pandangan, melalui berbagai proses kehidupan termasuk kontribusi sosiologi yang ikut membentuk pribadi penulis, jawaban atas segala pertanyaan diatas adalah kini penulis meyakini bahwa sosiologi telah membantu penulis untuk berkomitmen membantu sebanyak mungkin orang yang sekiranya membutuhkan dan memungkinkan untuk dibantu dengan cara yang berbeda-beda. Singkat katanya, selama memegang identitas sebagai “mahasiswa sosiologi” penulis menemukan tujuan hidup di luar tujuan pragmatis “sekolah-kuliah-kuliah-kerja-menikah-bahagia.”. Sehingga media ini akan menjadi satu dari beberapa jalan yang penulis tempuh untuk merealisasikan komitmen tersebut. Meskipun demikian, bukan berarti penulis ingin menggiring opini teman-teman pembaca untuk menyatakan bahwa dengan menekuni ilmu sosiologi maka akan menemukan tujuan hidup, tetapi bagaimana pemikiran sosiologi berkontribusi besar dalam mengubah cara pandang penulis guna memahami hidupnya sendiri. 

Penulis yakin tidak ada jalan tunggal untuk seseorang menemukan tujuan hidupnya. Bahkan mungkin ada beberapa orang yang baru menemukan tujuan hidupnya ketika telah berumur setengah abad, namun nampaknya itu tetap lebih baik daripada sama sekali tidak mengetahui tujuan hidup sesungguhnya. Pribadi penulis menemukan tujuan hidup secara tidak langsung melalui proses jatuh bangun yang-mungkin-semua-orang-pernah-mengalami, di tengah rasa putus asa, kecewa hingga terjebak dalam perspektif nihilisme (hehe). Masa transisi menuju pribadi yang lebih dewasa dengan perbedaan cara berpikir namun tidak diikuti dengan perbedaan “kenormalan” dalam masyarakat merupakan salah satu fase terberat. Mari kita katakan perbedaan tersebut kira-kira dalam hal normalisasi gender, keterikatan dengan budaya lokal (adat-istiadat), sentimen keagamaan hingga pilihan karir. Tumbuh kembang di tengah mayoritas masyarakat bersifat “kolektif-kolegial” serta menganut “kebenaran tunggal” menjadi permasalahan serius ketika ingin keluar dari pengkotak-kotakan tersebut terlebih dengan pemikiran yang mungkin dianggap nyeleneh.  Melontarkan argumen saja dalam sebagaian besar budaya bangsa kita bukan hal lumrah. Bahkan pengalaman pribadi menorehkan ingatan fundamental bagaimana ketika berbicara mengenai kebebasan manusia akan dikatakan liberal, namun ketika berbicara mengenai kepentingan publik dikatakan komunis, sosialis dan bahkan utopis. Bukankah perspektif itu berbeda dengan ideologi? Bukankah kita adalah manusia yang memiliki cara berpikir jamak? Bukankah cara memandang sebuah hal sangatlah kontekstual? Mengapa seringkali harus memukul rata dalam memandang pribadi seseorang? Dominasi narasi kebenaran tunggal inilah yang sesungguhnya berbahaya karena selamanya akan mereproduksi  jenis masyarakat penerima "biasanya" tanpa mampu melihat fakta sesungguhnya di balik sebuah fenomena. Mudahnya, ketika kita kritis dan mempertanyakan sesuatu seringkali di identikkan sebagai pembangkang. Teman-teman mungkin dapat mencoba ketika mempertanyakan sekaligus memperdebatkan peraturan-peraturan mikro seperti di keluarga, sekolah, kampus atau perkumpulan organisasi yang diikuti. 

Ketika dipertanyakan, apakah semua yang penulis temukan dan membentuk penulis adalah jasa tunggal bidang ilmu saja? Jelas, tidak. Sama sekali tidak ada keinginan untuk meromantisasi almamater penulis. Seluruh orang-orang yang pernah ada baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai pribadi maupun kelompok, dalam kenangan indah maupun menyakitkan, mendukung maupun kontraargumen, semua memiliki porsinya masing-masing yang jelas turut membantu membentuk pribadi penulis. Sehingga, pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk setiap orang yang pernah, masih maupun akan ada dalam perjalanan ini. 

Sebagai penutup, penulis ingin menyampaikan kepada teman-teman pembaca bahwa ketika dihadapkan untuk mengambil keputusan apapun dan merasa itulah yang terbaik untuk dilakukan disaat itu, maka lakukanlah tanpa ragu sekalipun hal tersebut bertentangan dengan budaya kenormalan di lingkungan kalian. Karena permasalahan besar lain yang sering penulis jumpai adalah ketika banyak orang menyatakan penyesalan karena mengikuti pandangan dan saran orang lain yang tidak "dikehendaki". Jangan pernah takut untuk bermimpi dan merealisasikan segala jenis impian, sekalipun mimpi tersebut dianggap sebelah mata. Karena kita semua tahu bahwa semua yang berbau “biasanya”, “umumnya”, “seharusnya”, “semestinya” hanya sebuah bentuk mengajegkan struktur “kenormalan” yang justru membuat kita terbelenggu menjadi manusia normal yang menghindari diri kita sendiri.  Andaikatapun, menginginkan kehidupan dalam kategori “normal”, tetapi jika itu melalui perjalanan dan merupakan prinsip atas buah proses kehidupan, maka teman-teman tetap berbeda, bukan sekadar manusia normal pada umumnya, setidaknya bagi penulis.

Comments